Saturday, December 5, 2015

Ulos Junjung Ulos Tohonan Sihaloho Namartulangkon Raja Matanari Pakpak Balna Sikabengkabeng

ULOS JUNJUNG (Warna Merah) & ULOS GOBAR (garis hitam-putih) diatas adalah ulos warisan Opu Raja Silahisabungan bonapasogit Silalahi Nabolak kepada keturunannya.   Secara hirarki ulos di Silalahi Nabolak Ulos Junjung adalah ulos yang paling tinggi (referensi baca Buku Acara Pesta Tugu Bolahan Amak Batu Raja Tahun 2006).

Perlu dipahami seluruh Keturunan Raja Silahisabungan, ULOS JUNJUNG adalah ulos yang ditenun khusus oleh Ibu Pinggan Matio boru Raja Matanari Pakpak Balna Sikabengkabeng yang diberikan dan dikenakan khusus hanya kepada anak sulungnya si Loho .

Memang belakangan ini ada juga yang bukan keturunan Loho Raja yang memakaikan Ulos Junjung ini.  Maaf, perhatikan dengan seksama, tidak ada sinar sahaja (singal) pada mereka yang memakainya.  

Begitu juga mereka keturunan Loho Raja yang menyangkal Ibu Pinggan Matio boru Raja Matanari Pakpak Balna Sikabengkebang sebagai istri Raja Silahisabungan, pastilah pula mereka merasa risih memakainya atau tidak menampakkan sahaja.

Horas !




Tuesday, October 27, 2015

Jakarta,  Oktober 2009

Kepada Yth,1.  Pengurus Badan Pengembangan dan Pemeliharaan Makam-
    Tugu Raja Silahisabungan
2. Pengurus Punguan si-8 Turpuk di Jabodetabek 
3. Pengurus Punguan Silahisabuangan diluat-luat
4. Pengurus Punguan  Sihaloho Raja dohot Boru diluat-luat
5. Ketua marga Matanari Bpk M.Djos Matanari di Sumbul
6. Bpk Pdt.Abednego Padang Batanghari di Sidikalang
7. Sdr.Drs.Ulbert Silalahi, MA di Bandung
Tembusan:  Pemuka Suku Pakpak di Dairi, Pakpak Bharat dan Jabodetabek

Perihal :   Masih Adakah Embrio Kembalikan Semangat Kekeluargaan Warga            Raja Silahisabungan ?

Tabe dibagasan dame dohot na horas ma hita saluhutna!.
Gelora semangat dan luapan kegembiraan pomparan Raja Silahisabungan dari tahun 1967-1968 dalam pelaksanaan Musyawarah Besar Pertama dan Kedua di Silalahi Nabolak dengan keputusan mendirikan Tugu megah Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak dan duplikat Tugu di Tambunan Balige serta keputusan mengenai Tarombo Raja Silahisabungan dengan isterinya serta kedelapan anak dengan isterinya.   Duplikat Tugu Raja Silahisabungan di Tambunan Balige hingga saat ini tidak kunjung didirikan dan Tarombo yang disepakati menyisakan masalah bagi keturunan anak bungsu si Raja Tambun dan keturunan anak sulung Loho Raja hingga saat ini.  Kemudian diikuti peletakan batu pertama pembangunan Tugu tahun 1969 dan puncaknya pada tahun 1981 acara peresmuian Tugu Opu Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak menggema ke penjuru desa naualu. 

Ditengah suasana kemeriahan pesta dari tanggal 23 Nopember 1981 s/d 27 Nopember 1981 di Silalahi Nabolak, pada saat yang sama pengetua/tokoh keturunan anggidoli Raja Tambun terutama yang bermukim Tambunan Balige bersedih hati mungkin menangis, dan sekarang mereka kebanyakan sudah menghadap Yang Maha Kuasa.  Sedih dan tangis amanguda kita keturunan Raja Tambun waktu itu, mungkin hingga saat ini masih berbekas dihati anak-cucu mereka, adalah disebabkan pengabaian oleh Panitia Peresmian Tugu terhadap surat yang disampaikan berulangkali oleh penatua Raja Tambun terutama yang bermukim di Balige yang memohon agar peresmian Tugu ditunda dengan alasan Tarombo belum “Tota”.  

Pelaksanaan waktu peresmian Tugu dengan entah didorong secara otoriter oleh oknum siapa, berakibat keturunan si Raja Tambun berketetapan tidak memperbolehkan tulang-belulang si Raja Tambun beserta isterinya Pintaomas boru Manurung dibawa dari Sibisa untuk dipersatukan dengan Ayahnya dan ke-7 Abangnya terutama dengan Ibu Pinggan Matio yang menyusuinya ke Tugu megah di Silalahi Nabolak.  Keputusan lebih tragis, secara marga keturunan si Raja Tambun menyatakan tidak ikut serta pada acara pesta peresmian Tugu tahun 1981 di Silalahi Nabolak, maka sirnalah slogan/ motto “RAP RENTA GOMPARAN NI RAJA SILAHISABUNGAN”.  

Tahun 1964-Undangan Anggidoli Tambunan Embrio Lahirnya Kembali Semangat Kekeluargaan warga Silahisabungan
Dalam kurun waktu kurang lebih 400 tahun, sejak kepergian si Raja Tambun dari Silalahi Nabolak ke Sibisa menemui ibundanya siboru Nailing, tidak pernah lagi kembali ke Silalahi Nabolak dan juga tidak pernah lagi bertemu dengan ke-7 abangnya si Loho (Sihaloho), si Tungkir (Situngkir), si Sondi, si Dabutar, si Dabariba, si Debang dan si Batu terutama dengan siboru Deang Namora yang sangat mengasihinya, melindungi dan membelanya hingga kadang menimbulkan iri ke-7 abangnya.

Tanpa diduga setelah beberapa abad berselang pada tahun 1964,  pomparan si bungsu si Raja Tambun mengirim undangan kepada hahadolinya di bona pasogit Silalahi Nabolak untuk menghadiri acara pesta di Tambunan-Balige.  Sudah barang tentu undangan diterima dengan penuh sukacita dan kerinduan.  Raja Samuel Sihaloho (anak Rajaihutan Sihaloho) manguluhon rombongan dengan empat kapal dari Silalahi-Paropo-Parbaba lengkap gondang sabangunan dan membawa silua kerbau, eme, boras sipir ni tondi.  Bersamaan pula warga Silahisabungan dari Tolping dan Pangururan turut datang dengan rombongan kapal. Dualisme penyambutan oleh pomparan Tambunan Baruara disatu pihak dan Tambunan Lumban Pea dipihak lain menjadi cikal bakal seteru hubungan si-7 turpuk dengan warga Silahi Raja Tolping dan Pangururan.  Situasi dilema bagaimana yang dihadapi rombongan hahadoli dari Silalahi-Paropo-Parbaba, pasti masih ada pomparan Raja Tambun yang dapat menjelaskannya. Walau terjadi insiden kericuhan di Tambunan-Balige, tetapi semangat warga Silahisabungan membentuk Panitia Tarombo berkobar dimana-mana,.

Tahun 1967-Musyawarah Besar Pertama Silahisabungan, di Silalahi Nabolak
Pada tanggal 9–12 Desember 1967 musyawarah besar pertama (Mubes Pertama) Silahisabungan dengan peserta dari Kabupaten Dairi, Karo, Simalungun, Samosir, Tambunan Balige, Deli Serdang, Langkat, Kodya Medan dan Pematang Siantar. Pada Mubes ini dibentuk Panitia Pembangunan Tugu dan Tarombo Raja Silahisabungan dengan Ketua Umum: V.I.Silalahi Rumasingap pada waktu itu Bupati Dairi, Sekretaris Umum:Gr.A.Tambunan dan Bendahara Umum: St J.Sijabat. 

Dalam musyawarah tersebut juga diputuskan Pomparan Raja Silahisabungan akan:
  1. Membangun Makam Tugu Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak dengan motto “Rap Renta gomparan ni Raja Silahisabungan
  2. Membentuk Panitia Tarombo untuk menyusun “Turasi dan Tarombo”
  3. Di daerah-daerah supaya dibentuk Sub-Panitia

Setelah penyelenggaraan Mubes Pertama tahun 1967 ini,  Ketua Umum Panitia: V.I. Silalahi Rumasingap mengutus tim dari Silalahi Nabolak yaitu Raja Dangkit Sihaloho, Panengkat Situngkir, Pasar Rumasondi, Tampe Raja Sidabutar, Pa Batu Sidabariba, Mardoria Sidebang, Pa Lina Sigiro saat ini dari semua utusan ini yang masih hidup hanya  Raja Dangkit Sihaloho menemui hula-hula Raja Silahisabungan marga Matanari di Balna Sikabeng-kabeng sesuai yang diketahui dan melegenda secara turun-temurun di Silalahi-Paropo.  Dalam dialog pada pertemuan tersebut, utusan si-7 turpuk mengajukan pertanyaan ”Beha do pinompar Sirajaoloan do hamu ?”, pihak Matanari diwakili Pistar Matanari menjawab ”Hami sada dohot Sihotang”. Kemudian utusan si-7 turpuk menyatakan kesimpulan ”Molo songoni do ndang hamu hula-hula nami!” dan pihak Matanari menjawab ”BA HAMU MA” berdampak petaka perpecahan bagi warga Silahisabungan hingga saat ini.  Apakah karena  hasil pertemuan yang tidak ada titik temu antara utusan si-7 turpuk dengan Matanari, sementara itu Panitia Seksi Tarombo terdesak waktu menentukan marga hula-hula Raja Silahisabungan,  menjadi awal masuknya Padang Batanghari ?

Tahun 1968-Musyawarah Besar Kedua Silahisabungan, di Silalahi Nabolak
Tahun berikutnya pada tanggal 26-28 Agustus 1968 diselenggarakan musyawarah besar kedua (Mubes Kedua) Silahisabungan di Silalahi Nabolak. Sebelum rapat diselenggarakan, warga Silahi Raja dari Tolping dan Pangururan memunculkan tuntutan agar terlebih dahulu ditetapkan Silahi Raja sebagai anak sulung Raja Silahisabungan dan mengancam kalau tidak diterima akan meninggalkan sidang.  Peserta sidang tercengang karena pada umumnya mereka mengetahui bahwa anak pertama Raja Silahisabungan adalah Sihaloho, maka sudah barang tentu usulan tersebut ditolak. Karena penolakan tersebut rombongan Silahi Raja dari Tolping dan Pangururan meninggalkan sidang.  Pada Mubes Kedua ini seorang person Padang Batanghari menyatakan kepada peserta Mubes bahwa Padang Batanghari masuk marga Pasaribu dan juga mengisahkan legenda bahwa Paroltep Padang Batanghari lah ayah Pinggan Matio dan hula-hula Raja Silahisabungan.  Pistar Matanari menyebutkan semua yang didongengkan siperson Padang Batanghari adalah bersumber darinya pada pertemuan sekitar tahun 1963 sesaat siperson kala itu menjabat Camat Sumbul Pegagan.  Setelah bersidang selama dua hari dua malam, hasil musyawarah mengenai:
I.      TUGU
  1. Tugu Omp.Raja Silahisabungan didirikan di Silalahi-Nabolak dan di Tambunan pada waktu dan bentuk yang sama
  2. Makam Omp. Raja Silahisabungan didirikan di Silalahi-Nabolak serentak dengan tugu tersebut
  3. Peletakan batu pertama dan pelaksanaan Makam/Tugu tersebut diatur dan langsung dipimpin oleh Panitia Pusat Tugu Tarombo Silahisabungan.

II.    TAROMBO
A.   Isteri Omp.Silahisabungan
1.    Pinggan Matio boru Padang Batanghari
2.    Melengeleng boru Mangarerak
B.   Putera2 Omp.Silahisabungan
1.Sihaloho Raja, 2. Situngkir Raja, 3. Sondi Raja, 4. Sidabutar Raja, 5. Sidabariba Raja, 6. Sidebang Raja, 7. Batu Raja, 8. Tambun Raja
C.   Puteri Omp.Silahisabungan ialah Boru Deang Namora

Serta dilakukan perubahan susunan Panitia Pusat Tugu dan Tarombo Silahisabungan yaitu sebagai Ketua Umum: V.I. Silalahi Rumasingap, Sekretaris Umum: A.Tambunan, Bendahara Umum: G.M.Silalahi Rumasondi.

Tahun 1969- Peletakan Batu Pertama Tugu di Maras Silalahi Nabolak
Sebagai kelanjutan Mubes Kedua Silahisabungan, pada hari Sabtu, tanggal  12 April 1969 dilaksanakan peletakan batu pertama Tugu Raja Silahisabungan dengan prosesi 1 (satu) batu besar dengan berat lebih kurang 500 kg diikat dengan 8 (delapan) rotan (sulpi) kemudian ditarik secara bersama oleh utusan keturunan kedepalan anak Raja Silahisabungan ke lubang pondasi Tugu yang sudah ditentukan.  Pada peletakan batu pertama ini, hula-hula yang diundang adalah Matanari dari Balna Sikabeng-kabeng. Mengapa Padang Batanghari tidak diundang, padahal pada Mubes Kedua tahun 1968  sudah ”disepakati sebagai hula-hula Raja Silahisabungan?.  Belakangan ada ungkapan tahayul ”pada acara peletakan batu pertama semen Matanari tidak lengket, sementara semen Padang Batanghari lengket”,  padahal Padang Batanghari sendiri tidak hadir bersamaan waktu dengan Matanari, bagaimana bisa terjadi?.



Tahun 1974-Peralihan Panitia Pembangunan Tugu dari V.I.Silalahi Rumasingap kepada Op. Marhulanlan Tambunan dan A.B. Silalahi
Perkembangan pembangunan Tugu sejak peletakan batu pertama tahun 1969 bergerak lambat dikarenakan tersendatnya dana dan juga karena arsitek pondasi cacat, sehingga bangunan tiang Tugu miring.  Pada tahun 1974, dilakukan perubahan dan penyerahan kepanitian dari Ketua Umum V.I.Silalahi Rumasingap kepada Op.Mahulanlan Tambunan sebagai Ketua Umum dan A.B. Silalahi sebagai Ketua Pelaksana.  Mulai tahun 1976 perkembangan pembangunan Tugu bergerak cepat, Tugu yang miring dilakukan perbaikan dan perubahan total arsitek dan pada acara peresmian redesign arsitek inilah Panitia mengundang Padang Batanghari.  Siapa penebar tahayul, Tugu miring karena tahun 1969 semen Matanari tidak lengket, kemudian  tugu menjadi tegak karena tahun 1976 semen Padang Batanghari lengket ?.  Anehnya ada person kaliber tokoh Silahisabungan turut sebagai penebar dan percaya tahayul ini !

Tahun 1981- Kejadian Pelik Menjelang dan Saat Peresmian Tugu.
Tugu megah sudah tampak didepan mata, semangat dan kerinduan berpesta meresmikan Tugu berkobar,  tetapi Tarombo yang sudah disepakati dan menjadi keputusan Mubes Kedua Silahisabungan pada tahun 1968,  belum juga diterima oleh sebagian keturunan si Raja Tambun.  Dipihak lain V.I.Silalahi Rumasingap Penasehat Panitia berinisiatif mengundang Matanari hadir di peresmian Tugu, padahal dia sendiri saat Ketua Umum Panitia yang menandatangani Surat Keputusan hasil Mubes Kedua Silahisabungan yang menetapkan Padang Batanghari sebagai marga Pinggan Matio. Dibawah ini kutipan dari sebagian isi surat, notulen dan dokumen terkait menjelang dan saat peresmian Tugu.
a.    Surat tanggal 23 Juli 1981, yaitu surat dari pengetua si Raja Tambun, Tambunan Balige ditujukan kepada Panitia Pesta Peresmian Makam/Tugu Raja Silahisabungan di Medan yang pada intinya meminta sebelum peresmian Tugu dilaksanakan, agar terlebih dahulu diseminarkan untuk menyepakati sampai generasi cucu Raja Silahisabungan agar tidak terulang situasi tahun 1964 di Balige dan tahun 1968 di Silalahi Nabolak dimana ada DOSINA (Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap) Silalahi dan ada DOSINA si Raja Tambun.
b.    Surat tanggal 27 Oktober 1981, yaitu surat pengaduan dari pengetua keturunan si Raja Tambun ditujukan kepada 8 (delapan) instansi Pemerintah Daerah Sumut, Tarutung dan Dairi yang pada intinya meminta agar peresmian Tugu dilaksanakan lewat bulan Mei 1982 dan tulang-belulang boru Nailing boru Narasaon, si Raja Tambun dengan isterinya Pintaomas boru Manurung dilarang dijamah dan dipindah dari Sibisa ke Silalahi Nabolak.
c.    Notulen rapat tanggal 3 Nopember 1981, V.I.Silalahi Rumasingap memberi perhatian mengenai perubahan marga hula-hula Raja Silahisabungan. Panitia mengundang Padang Batanghari dari Kerajaan-Sukarame, sementara yang dia ketahui dan dia utus temui di tahun 1967 hula-hula Raja Silahisabungan adalah Matanari dari Balna Sikabeng-Kabeng.  Maka pada tanggal 3 Nopember 1981 dirumahnya di Sidikalang, V.I.Silalahi Rumasingap mengadakan pertemuan dengan Matanari bersama 7 (tujuh) orang Sihaloho dan Tamperaja Sidabutar.  Dalam pertemuan tersebut V.I. Silalahi Rumasingap berujar kepada Matanari ”Elek-elek nami rap jongjong ma hamu dipestai”” maksudnya agar Matanari jongjong bersama Padang Batanghari.  Suatu inisiatif jalan tengah, tetapi bertentangan dengan Panitia, apakah sikap dualisme ini yang menyebabkan V.I.Silalahi Rumasingap selaku mantan Ketua Umum Panitia periode 1967-1974 tidak hadir dan tidak memperoleh penghargaan dari Panitia Peresmian pada acara peresmian Tugu tahun 1981, tragis bukan? . 
d.   Surat tanggal 5 Nopember 1981, yaitu surat dari Mayjen M.Tambunan saat itu Sekjen Depsos ditujukan kepada Op.Mahulanlan Tambunan isinya pada intinya mengenai penyampaian sumbangan dana kepada Panitia Pembangunan Tugu sebesar Rp 8 juta kala itu merupakan jumlah yang cukup besar serta ungkapan prihatin sekitar simpang siur Tarombo dan kekurang harmonisan terkait dengan Tugu Raja Silahisabungan dengan ungkapan resah ”Songon naila do roha, jala bolak bohi molo pola gabe turiturian jala tudosan annon taringot tu Tugu ni Ompuntai. Sotung ehet-ehet ni halak annon molo adong na naeng mambaen Tugu didok: ”So tung songon Tugu ni Silahisabungan annon karejonta on”.
d.   Surat tanggal 8 Nopember 1981, yaitu surat Keputusan Musyawarah gomparan si Raja Tambun dibona pasogit Tambunan Balige taringot soal Pesta Silahisabungan bulan Nopember 1981 dengan bunyi keputusan ”Sude gomparan ni si Raja Tambun ndang setuju di Pesta ni Silahisabungan, so jolo dipatota sude permasalahan na adong di gomparan ni Silahisabungan” ditanda tangani oleh 26 (dua puluh enam) orang pengetua gomparan si Raja Tambun. Dengan surat ini pula membuat Op Marhulanlan Tambunan hingga akhir hayatnya urung ke Silalahi Nabolak meresmikan Tugu yang dengan susah payah dia menghimpun dukungan dan dana dari keturunan si Raja Tambun untuk penyelesaian pembangunan Tugu.
e.   Surat tanggal 9 Nopember 1981, yaitu surat ditanda tangani utusan si-7 turpuk, utusan DOSINA dan Ketua Umum Panitia Peresmian Makam/Tugu Raja Silahisabungan sebagai menjawab surat Keputusan Musyawarah gomparan si Raja Tambun. Pupuslah harapan tulang belulang siboru Nailing,  si Raja Tambun dan Pintaomas boru Manurung dapat dipersatukan ke Tugu Silahisabungan di Silalahi Nabolak dan kehadiran anggi doli Tambunan.
f.    Tanggal 23 Nopember 1981 hari pertama peresmian, untuk memenuhi permohonan V.I.Silalahi Rumasingap selaku Penasehat Panitia pada pertemuan tanggal 3 Nopember 1981, Matanari secara rombongan  datang berpakaian adat Pakpak dan silua Kambing Putih ke Silalahi Nabolak.  Tidak disangka, Panitia mengusir rombongan Matanari secara hina. Dengan rasa pilu-menahan amarah mereka pulang berjalan kaki melewati Aek Sipaulak Hosa, Lae Pondon hingga ke Balna Sikabeng kabeng dan dipelataran dekat pohon Jabi-jabi Siraja Onggu mereka mengadakan ritual kepada leluhur.  
g.   Tanggal 24 Nopember 1981 hari kedua peresmian, Sdr.Saing Sihaloho, MA sewaktu di Jakarta dan di Medan mengetahui situasi pelik persoalan Tarombo DOSINA berkaitan dengan Tambunan, tetapi tidak mengetahui dan tidak diberitahu oleh Panitia persoalan marga Pinggan Matio isteri Raja Silahisabungan apalagi marga Ranimbani isteri Loho Raja.  Sesuai urutan acara tertulis yang telah ditetapkan Panitia, Sdr. Saing Sihaloho,MA dengan penuh percaya kepada Panitia atau apakah diperdaya, membuka selubung Tugu dan  tersingkaplah kain penutup prasasti yang bertuliskan nama Raja Silahisabungan dengan isterinya dan nama-nama kedelapan anaknya dengan isterinya serta siboru Deang Namora.  Sejak selubung Tugu dibuka oleh Sdr.Saing Sihaloho,MA  maka dengan “resmi” pula seperti terpahat di prasasti Tugu isteri Raja Silahisabungan Pinggan Matio menjadi Padang Bataghari dan isteri Loho Raja Ranimbani menjadi Padang Batanghari.  

Perubahan marga isteri Raja Silahisabungan Pinggan Matio menjadi Padang Batanghari dengan dasar hasil Mubes Kedua tahun 1968 adalah urusan bersama keturunan kedelapan anak Raja Silahisabungan. Bila sudah benar dan sudah mantap Padang Batanghari lah marga Pinggan Matio, tetapi mengapa tahun 1967 utusan si-7 turpuk justru menemui Matanari ke Balna Sikabengkabeng, mengapa tahun 1969 saat peletakan batu pertama Tugu hula-hula yang diundang Matanari,  kemudian mengapa tanggal 3 Nopember 1981 V.I.Silalahi Rumasingap memohon Matanari agar hadir diacara peresmian Tugu sebagai hula-hula, dan mengapa kedatangan Matanari tanggal 23 Nopember 1981 memenuhi undangan VI Silalahi Rumasingap dan 7 (tujuh) orang Sihaloho serta Tamperaja Sidabutar diusir Panitia? 

Perubahan marga isteri Loho Raja menjadi Padang Batanghari hanya karena alasan sudah terpahat diprasasti/tertulis di Tugu yang secara intern Sihaloho  ada pro-kontra,   janganlah menjadi pembenaran dan alasan pemaksaan oleh pihak diluar Sihaloho kepada Sihaloho yang berakibat perpecahan Sihaloho dalam acara pesta bolahan amak tahun 2008 seperti yang sempat dialami gomparan si Raja Tambun dalam tahun 1981.
.
Tahun 2003-Sihaloho Raja dan Boru Manopot Tulangnya Matanari ke Balna Sikabeng-kabeng.
Hingga saat ini tidak ada seorangpun keturunan Loho Raja yang menyangkal bahwa Loho Raja adalah mengawini boru tulangnya dari Balna Sikabeng-kabeng, Sumbul Pegagan. Marga yang bermukim dan pemilik tanah di Balna Sikabeng-kabeng adalah keturunan Raja  Matanari, bukan keturunan Padang Batanghari. Sebab dari dahulu kala hingga saat ini tidak pernah seorangpun manusia yang bermarga Padang Batanghari pernah bermukim apalagi memiliki tanah di Balna Sikabeng-kabeng (baca dan simak perbandingan Tarombo Matanari, Sihotang Sigodang Ulu dan Padang Batanghari).  

Keberangkatan Sihaloho dan boru mendatangi Tulang Matanari dan berpesta di Balna Sikabeng-kabeng, bukanlah karena ilham mimpi dan secara tiba-tiba, tetapi adalah melalui proses panjang dan petunjuk yaitu:
1.    Tahun 1967-kedatangan utusan turpuk dari Silalahi Nabolak yaitu Raja Dangkit Sihaloho, Panengkat Situngkir, Pasar Rumasondi, Tampe Raja Sidabutar, Pa Batu Sidabariba, Mardoria Sidebang, Pa Lina Sigiro adalah untuk menemui hula-hula Raja Silahisabungan marga Matanari di Balna Sikabeng-kabeng sesuai pesan turun-temurun di Silalahi-Paropo dan tentu yang mereka ketahui pula.
2.    Pada tahun 1969-saat peletakan batu pertama Tugu, hula-hula Silahisabungan yang diundang adalah Matanari dari Balna Sikabeng-kabeng, bukan Padang Batanghari dari Kerajaan-Sukarame.
3.    Pada tanggal 3 Nopember 1981-V.I.Silalahi Rumasingap selaku Penasehat Panitia mengundang Matanari dari Balna Sikabeng-kabeng agar hadir di peresmian Tugu dan Matanari datang, tetapi diusir oleh Panitia.
4.    Pada tanggal 23 Nopember 1981, kehadiran rombongan Padang Batanghari disertai perorangan marga Sitakar, Tinendung, Solin, Kabeakan dan Limbong, untuk keperluan dan hubungan apa dengan Silahisabungan?
5.    Penjelasan dan pengakuan Raja Gading Silalahi Rumasondi pada tanggal 5 dan tanggal 6 Juni 2003 kepada Sdr.Saing Sihaloho dkk serta kepada Raja Turpuk saat tonggo raja di Silalahi membenarkan dan mendukung rencana Sihaloho mendatangi tulang Matanari ke Balna Sikabeng-kabeng.
6.    V.I.Rumasingap Silalahi dalam pertemuannya dengan Sdr.Saing Sihaloho,MA dkk dalam bulan Mei 2003 menjelaskan, saat dia sebagai Ketua Umum oleh Seksi Tarombo hanya dilaporkan hasil seminar tahun 1967 dan tahun 1968, tetapi tidak dilaporkan perubahan marga hula-hula Raja Silahisabungan dari Matanari menjadi Padang Batanghari. Bahkan V.I. Silalahi Rumasingap menyatakan harapan “asa ditingki ngolungkon, disesa nadi Tugu i” dan bukti dukungannya pada tanggal 11 Juli 2003 dia hadir di Balna Sikabeng-kabeng langsung dihadapan Tulang Matanari memberikan pidato “Nangkin hubege hahadoli Sihaloho mengaku sala, alai sasingtongna hamu Tulang Matanari do nasala ai ditaon 1967 husuru do utusan sian Silalahi manjumpai hamu, ai hamu do hula-hula”.
7.   Pdt Abednego Padang Batanghari dengan bahasa emosional mengirim surat bertanggal 23 Agustus 2003 kepada warga Silahisabungan tembusan kepada Pemda Dairi berisikan legenda dan tarombo marga Padang Batanghari dan beliau dengan tegas menyatakan Padang Batanghari adalah Suku Pakpak bukan berasal dari Batak Toba, bukan pula keturunan Saribu Raja atau Limbong Mulana.  Alhasil tulisan beliau ini telak-telak menambah keganjilan sejak tahun 1967 hingga tahun 1981. Sebab bila berpedoman kepada hitungan gerenasi tarombo Padang Batanghari yang dibuat Pdt Abednego, maka artinya Opu Raja Silahisabungan generasi ke-5 dari Siraja Batak mengawini orang yang belum yang lagi lahir sebab antara Raja Silahisabungan dalam hitungan generasi berbeda 15 (lima belas) generasi dengan Pinggan Matio bila Padang Batanghari.

Sama halnya pada tahun 1968 saat musyawarah besar kedua Silahisabungan mengenai pernyataan Padang Batanghari masuk Pasaribu, pada tahun 1981 peresmian Tugu hubungan apa Silahisabungan dengan perorangan marga Sitakar, Tinendung, Solin, Kabeakan dan Limbong bersama Padang Batanghari dari Kerajaan-Sukarame, ini semua mungkin tidak disadari saling bertolak belakang dan rancu mengaitkan Padang Batanghari sebagai marga Pinggan Matio isteri Raja Silahisabungan apalagi Ranimbani isteri Loho Raja.

Apakah semua petunjuk diatas kita sangkal dan abaikan, dengan dalih yang sudah tertulis di Tugu sudah mutlak benar ?

Marga Hula-Hula Raja Silahisabungan “Marga KESEPAKATAN atau Marga Yang BENAR”?
Pada pertemuan perwakilan si-7 turpuk keturunan Raja Silahisabungan bulan September 2008 di Restoran Handayani-Jakarta,  Sdr.Jend. (Purn) Haposan Silalahi Rumasingap menjelaskan situasi kekalutan menjelang peresmian Tugu tahun 1981 seputar masalah Tarombo DOSINA dengan gomparan si Raja Tambun dan juga masalah marga isteri Raja Silahisabungan.  Dia mengaku semata-mata bertujuan baik yaitu agar melalui peresmian Tugu Raja Silahisabungan, Desa Silalahi-Paropo akan menjadi daerah tujuan wisata dan perekonomian setempat maju, maka dia menyatakan kepada Panitia “Laksanakan peresmian, masalah tarombo nanti kemudian dibicarakan” keamanan saya yang jamin.  Keputusan sepihak peresmian Tugu ditahun 1981, berbalas sikap keturunan si Raja Tambun melarang tulang-tulang siboru Nailing, si Raja Tambun dan Pintaomas boru Manurung dibawa ke Tugu di Silalahi dan memboikot tidak menghadiri pesta. Tercapaikah tujuan mulia pembangunan Tugu untuk persatuan keturunan Raja Silahisabun?



Sdr.Jend. (Purn) Haposan Silalahi Rumasingap pada pertemuan tersebut juga menyatakan prinsip Lebih Baik Mempertahankan KESEPAKATAN Demi Persatuan, Daripada Menegakkan KEBENARAN Yang Berakibat Perpecahanartinya lebih baik mempertahankan Padang Batanghari marga Kesepakatan daripada  Matanari marga Yang Benar. Berarti marga Sihaloho baik yang pro dan kontra diperhadapkan dan dipaksa harus menerima Padang Batanghari sebagai hula-hula Loho Raja.  Sebab bilapun seluruh Sihaloho bersatu menyatakan isteri Loho Raja adalah Matanari, tetapi Sdr.Jend. (Purn) Haposan Silalahi Rumasingap cs menyatakan keberatan dan menentang. Lho koq diluar Sihaloho bersikeras menentukan marga isteri Loho Raja, kepentingan apa diluar Sihaloho menentukan marga ibu Sihaloho? Bagi sebagian Sihaloho menyatakan tidak akan pernah tunduk atas pernyataan tersebut.  Alhasil, tahun 2008 Sihaloho terpecah menjadi 2 (dua) versi yaitu versi yang mempertahankan ”Kesepakatan” dan versi menegakkan ”Kebenaran”. Tercapaikah tujuan mulia pembangunan Tugu untuk persatuan keturunan Raja Silahisabungan?

Pemaksaan marga isteri Loho Raja oleh diluar Sihaloho dan ungkapan seorang tokoh Silahisabungan di tahun 2003 di pelataran Tugu di Silalahi Nabolak sewaktu bolahan amak Sidabutar Raja “Langkahi dulu mayat saya, bila ada yang mau mengganti yang tertulis di Tugu ini”, apakah dia pahlawan bagi Sihaloho atau melecehkan Sihaloho? 

Dalam tahun 2008 seyogiyanya sesuai aturan dan urutan adalah giliran turpuk Sihaloho Raja selaku bolahan amak tercabik-cabik perpecahan yang turut diperkeruh oleh penatua/tokoh Silahisabungan yang memfasilitasi pembentukan dualisme Panitia Bolahan Amak dan pertemuan 5 Oktober 2008 di Silalahi Nabolak dengan keputusan seperti dalam dokumen copy terlampir. Bila sampai keturunan anak sulung Loho Raja dan bungsu Raja Tambun menarik diri, masihkah relevan motto “Rap Renta Gomparan Ni Raja Silahisabungan” ?

Jangan Tuduhkan Perpecahan Karena Ulah Seseorang dan Persatuan Dengan Ukuran Seseorang!
Kepergian utusan tokoh si-7 turpuk dari Silalahi Nabolak tahun 1967 menemui Matanari ke Balna Sikabeng-kabeng, dukungan dan pembenaran Raja Gading Silalahi Rumasondi bahwa hula-hula Silahisabungan adalah Matanari dari Balna Sikabeng-kabeng,  kehadiran V.I.Silalahi Rumasingap diacara Sihaloho mendatangi marga Matanari ke Balna Sikabeng-kabeng tanggal 11 Juli 2003, serta kedatangan sekitar 500 orang rombongan Matanari ke Silalahi Nabolak tanggal 29 Nopember 2008 lengkap berpakaian kebesaran Pakpak, membawa silua Lembu, beras, nitak, tipa-tipa, ayam maratur dan ayam hidup.  Koq semua peristiwa ini ada yang menebar tuduhan karena ulah seseorang atau antek-anteknya.  Perkataan tersebut merendahkan sikap bijak dan kesahajaan beliau-beliau pendahulu kita yang disebut diatas dan mendangkalkan persoalan dan ketidak mau tauan.
 
Pihak yang berpegang marga kesepakatan Padang Batanghari untuk Persatuan serta berdalih bahkan memaksakan Matanari masuk Sihotang-Siraja Oloan, jawabnya hubungi Sdr. Ir.Jawaller Matanari-Dosen Senior Tetap Unika Medan dan Sdr. Antony Matanari di Jakarta atau dapat diakses di Internet search di Google, ketik Pinggan Matio Matanari, kemudian pilih Pakpak Online disana ada bagan tarombo dan banyak penjelasan tertulis rinci bahkan terdapat penjelasan rupanya ada hubungan khusus Matanari dengan Rumasondi dan Pintubatu hingga saat ini.  Maka relevan ungkapan M.Djos Matanari-Ketua marga Matanari berdomisili di Kutagugung-Sumbul Pegagan pada acara menggohon-gohoni berenya Sihaloho di Silalahi tanggal 29 Nopember 2008 menyatakan ”Mengapa diluar kami Matanari yang membuat Tarombo kami? Kami yang punya marga, kamilah yang tau asal usul dan tarombo kami

Pada bulan Juli 2009  kami pengurus Punguan Sihaloho Raja dan Boru Sejabodetabek menerima tembusan surat dari Punguan Situngkir Raja dan Boruna Se-Jabodetabek dengan kesimpulan antara lain ”Punguan Situngkir Raja dan Boruna Sejabodetabek untuk sementara on, ndang pasidohot di bolahan amak Pesta Luhutan Bolon taon 2009 di Tugu ni Ompunta Raja Silahisabungan”, persatuan semakin jauh !. Maka agar kejadian perpecahan yang dialami keturunan Raja Tambun pada tahun 1981 dan keturunan Loho Raja dalam tahun 2008 tidak dialami oleh anggidoli turpuk Tungkir Raja dan turpuk anggidoli lainnya, untuk itu disampaikan:
1.    Kiranya pengurus Badan Pengembangan dan Pemeliharaan Makam dan Tugu Raja Silahisabungan beserta semua yang kami sebutkan dengan tujuan surat ini, mengkoordinasikan penyelenggaraan Mubes ke-3 Silahisabungan dengan menghadirkan Matanari dan Padang Batanghari serta pemuka Pakpak yang paham mengenai asal-usul dan tarombo marga-marga Pakpak .

2.    Perlu dilakukan pelurusan fungsi dan peran Raja Turpuk sesuai martabat dan tradisi yang dikehendaki moyang kita ”hata badia/ toman/ panutan”, sementara itu dalam kaitan dengan dinamisasi pembangunan sosial-ekonomi dan pemerintahan Silalahi Nabolak, silahkan dibentuk lembaga yang peran dan fungsinya terpisah dari peran dan fungsi Raja Turpuk, walaupun personelnya boleh saja orang yang sama.

3.    Jangan biarkan keturunan si Raja Tambun melupakan Silalahi Nabolak karena Tugu seperti si Raja Tambun melupakan Silalahi Nabolak sejak kepergiannya ke Sibisa dan hal sama jangan biarkan kepada marga lainnya.
Horas ma jala gabe sai diparbisuhi Debata ma hita saluhutna.

Punguan Sihaloho Raja dohot Boruna Se-Jabodetabek

Ketua Umum                                                Sekretaris Umum                             Pembina,



Ttd                                                       ttd                                                        ttd


Maralus Sihaloho,SE,MM             Daniel P. Sihaloho, SH                  B. Sihaloho
Op. Mindo                                          A.Bungaran                                      Op. Partahi

Beserta penandatangan berikut:


No
Goar
Tanda Tangan
1
M.T.Sihaloho (Op.Dimas)
1.
2.
2
Drs.P.Sihaloho (A.Riko)
3
R.Sihaloho (A.Juli)
3
4
4
B.Sihaloho (A.Roma)
5
M.Sihaloho (A.Helena)
5
6
6
St.W.Sihaloho (A.Santa)
7
St.S.Sihaloho (Op.Ceria)
7
8
8
St.B.Sihaloho (A.Gospel)
9
J.Sihaloho,SE (Candra)
9
10
10
K.Sihaloho (A.Carlos)
11
Hongli Sihaloho (A.Jusuf)
11
12
12
K.Sihaloho (A.David)
13
J.Sihaloho (A.Boy)
13
14
14
W.Sihaloho  (A.Wandi)
15
M.Sihaloho (Op.Jose)
15
16
16
AP.Haloho (A.Christina)
17
B.Sihaloho (A.Fernando)
17
18
18
M.Sihaloho (A.Cory)
19
H.Sihaloho (A.Nova)
19
20
20
R.Sihaloho (A.Riris)
21
Jonnedi Haloho (A.William)
21
22
22
Tumpal Sihaloho (A.Rodo)
23
Maringan Sihaloho (Op.Madison)
23
24
24
Togu Sihaloho (A.Ponti)
25
Jhon Haloho (A.Halomoan)
25
26
26
Bilson Manihuruk
27
A.Ardi Napitupulu
27
28
28
A.Sihaloho (A.Renny)
29
Ap.Bernard Haloho
29
30
30
N.Sihaloho (A.Petrus)
31
S.Sihaloho (A.Evi)
31
32
32
M.H.Sihaloho (Op.Parasian)
33
Lapis Sihaloho (A.Rafliska)


34
Djausin Sihaloho (A.Susan)
35
Chrismes Sihaloho (A.Morado)


36
W.Sihaloho (A.Mariel)
37
Jondirman Sihaloho (A.Mirna)


38
M.Sihaloho (A.Agus)
39
Rico Sihaloho (A.Rey)


40
Sardol Sihaloho
41
 Semon Sihaloho (A.Rekson)


42
Raja Sihaloho (A.Gembira)
43
Simon Sihaloho (A.Melintan)